Wednesday, January 13, 2016

Peradaban Islam Pada Masa Khulafa Rasyidin

PERADABAN ISLAM PADA MASA KHULAFA’ RASYIDIN


Oleh : Lionita Nidia Anavi


Abstrak


Wafatnya Rasulullah secara tiba-tiba dan  tanpa meninggalkan wasiat untuk meneruskan kekhalifahannya membuat timbulnya pertentangan pendapat antar kelompok memperebutkan posisi khalifah tersebut. Belum lagi berbagai persoalan sepeninggal Rasulullah banyak yang belum terselesaikan. Wilayah Islam yang telah meluas membutuhkan para pemimpin yang mampu mengarahkan Islam menuju kejayaan. Banyak pendapat tentang khalifah yang pantas menggantikan Rasulullah. Tiga golongan (Anshar, Muhajirin, dan Keluarga Hasyim) adalah yang paling keras bersaing. Sampai terbentuknya khalifah yang adil dan benar atas bimbingan Allah SWT. Empat orang pengganti Rasulullah, Al-Khulafa Ar-Rasyidin.

I.    PENDAHULUAN
Islam yang pada saat itu mulai merebahkan sayapnya menuju wilayah-wilayah jauh diluar Arab menimbulkan berbagai hasil yang baik namun juga berdampak buruk terhadap suasana pemerintahan Islam di dalamnya. Berbagai persoalan tak terselesaikan justru banyak timbul selepas wafatnya Rasulullah. Semasa hidupnya, Rasulullah sudah memberikan berbagai bekal ilmu dan bersusah payah membina persaudaraan yang kokoh diantara para sahabat serta pengikutnya. Namun ketegangan politik yang timbul akibat pertentangan berbagai kelompok pengikut Rasulullah semakin memanas.
Dalam buku Sejarah Peradaban Islam, Drs. Samsul Munir Amin, M.A. mengatakan sekelompok orang berpendapat bahwa Abu Bakar lebih berhak atas kekhalifahan karena Rasulullah meridhainya dalam soal-soal agama, salah satunya dengan memintanya mengimami shalat berjamaah selama beliau sakit. Kelompok lain berpendapat behwa orang yang paling berhak atas kekhalifahan ialah dari Ahlul bait Rasulullah, yaitu Abdullah bin Abbas atau Ali bin Abu Thalib. Ada pula yang berpendapat paling berhak atas kehalifahan adalah salah seorang dari kaum Quraisy yang termasuk di dalam kaum Muhajirin gelombang pertama. Kelompok lainnya berpendapat yang paling berhak adalah kaum Anshar.
Masing-masing golongan merasa paling berhak menjadi penerus Rasulullah. Walau sejatinya kedudukan Rasulullah tak pernah bisa tergantikan, karena tak ada seorang pun yang menerima ajaran Tuhan sesudah Muhammad. Menggantikan Rasulullah merupakan potret penerus perjuangan dan kesetiaan Rasulullah pada agama Islam.
Empat orang yang pada akhirnya terpilih meneruskan perjuangan Rasulullah adalah sosok pemimpin yang luar biasa. Penyelamat dan pengembang dasar-dasar ilmu bagi kemajuan Islam dan umatnya. Mereka yang mendapat bimbingan Allah di jalan yang lurus mendapat gelar, Al Khulafa Ar-Rasyidin.
Untuk memperjelas pembahasan dari sosok Al-Khulafa Ar-Rasyidin penulis mengajukan rumusan masalah sebagai berikut:
-    Bagaimana sosok kepemimpinan Abu Bakar Ash-Shiddiq sebagai khalifah pertama?
-    Bagaimana sosok kepemimpinan Umar Ibn Al-Khattab sebagai khalifah kedua?
-    Bagaimana sosok kepemimpinan Ustman Ibn Affan sebagai khalifah ketiga?
-    Bagaimana sosok kepemimpinan Ali Ibn Abi Thalib sebagai khalifah keempat masa Khulafa Rasyidin?
Metodologi yang digunakan adalah analisis deskriptif. Menggunakan bahan dokumenter dari lima buku yang berbeda menjadi rujukan utama dalam pembahasan. Sumber tersebut digunakan sebagai bahan informasi seputar tema tulisan ini.

II.    PEMBAHASAN
1.    Khalifah Abu Bakar Ash Siddiq (11-13 H / 632 – 634 M)
Dengan nama lengkap Abdullah bin Abi Quhafa At-tamimi. Beliau adalah orang yang paling awal memeluk agama islam, memperoleh gelar Ash-Shiddiq karena membenarkan Rasulullah dalam berbagai peristiwa, pendamping setia Rasulullah, serta salah seorang sahabat yang utama. (Drs Samsul Munir Amin, M.A. :Sejarah peradaban islam, hlm. 91). Sebagai khalifah pertama, Abu Bakar menghadapi masalah umat yang serius. Seperti adanya kaum murtad, orang yang mengaku dirinya sebagai nabi beserta para pendukungnya dan kaum yang tidak mau lagi membayar zakat. Sebab timbulnya masalah tersebut dikarenakan:
1.    Ajaran islam yang belum benar
2.    Motivasi Islam bukan bersungguh-sungguh namun pertimbangan politik dan ekonomi.
3.    Anggapan bahwa kekuasaan Islam telah ditempatkan di bawah kaum Quraisy.
4.    Kesalahan penafsiran Al-Quran yang menganggap sepeninggalnya Rasulullah tidak ada kewajiban melaksanakan ajaran agama Islam.
Dalam menghadapi kaum pemberontak terlebih dahulu mendapat kiriman surat dari abu bakar dengan maksud menginsyafkan dan menyadarkan kembali ke jalan yang benar. Akan tetapi kaum pemberontak tetap membangkang. (Drs. H. Soekarno, Drs. Ahmad Supardi: Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, hlm.47, 48)
Kebijakan Abu Bakar di bidang kenegaraan antara lain, dalam bidang eksekutif beliau mendelegasikan tugas pemerintahan di Madinah maupun daerah. Untuk setiap daerah kekuasaan Islam, dibentuk provinsi, dan setiap provinsi ditunjuk seorang amir. Dalam bidang pertahanan dan keamanan Abu bakar mengorganisasikan pasukan untuk mempertahankan eksistensi keagamaan dan pemerintahan. Fungsi kehakiman di bidang yudikatif tidak ditemukan suatu permasalahan yang berarti untuk dipecahkan. Dan pada bidang sosial ekonomi mengelola badan zakat yan nantinya digunakan sebagai gaji pegawai negara dan kesejahteraan umat sesuai aturan yang ada (Dedi Supriyadi, M.Ag, Sejarah peradaban Islam, hlm. 70) .
Menjabat selama dua tahun lebih, Abu Bakar Ash-Shiddiq telah membangun kembali kesadaran dan tekad umat manusia untuk bersatu melanjutkan tugas mulia Rasulullah, serta merealisasikan keinginan Rasulullah yang belum terlaksana. (Drs Samsul Munir Amin, M.A. :Sejarah peradaban islam, hlm. 91). Bentuk peradaban yang paling besar dan luar biasa merupakan suatu kerja keras besar yang dilakukan pada masa pemerintahan Abu bakar adalah penghimpunan Al-Quran. Hal ini dilakukan sebagai usaha menjalankan kelestarian Al-Quran setelah syahidnya beberapa orang penghapal Al-Quran pada perang Yamammah. Umarlah yang mengusul pertama kali perhimpuanan Al-Quran. (Dedi Supriyadi, M.Ag, Sejarah peradaban Islam, hlm.73)
Abu bakar memperkuat perbatasan dengan wilayah Persia dan Bizantium yang berujung pada peperangan. Abu Bakar juga mengutus empat panglima ke syiria karena daerah tersebut merupakan barisan terdepan kekuasaan Islam dengan Romawi Timur. Umat Islam memandang Syiria sebagai bagian integral dari semenanjung Arab sehingga Syria sangat penting bagi kaum muslimin (Arab). (Drs Samsul Munir Amin, M.A. :Sejarah peradaban islam, hlm. 97)
Tatkala Abu Bakar mengalami sakit parah, beliau menunjuk seseorang untuk menggantikan kekhalifahannya sehingga diharapkan manusia tidak banyak terlibat konflik, pilihannya jatuh pada Umar bin Khattab. Pilihan tersebut atas pertimbangan dari para sahabat senior pula. Abu bakar menulis wasiat dan membai’at Umar. Abu bakar meninggal beberapa hari setelahnya tepatnya pada hari Senin, 23 Agustus 624 M. Shalat jenazah dipimpin oleh Umar, dan beliau dimakamkan di rumah Aisyah, di samping makam Rasulullah. Berusia 63 tahun ketika meninggal dunia, kekhalifahannya berlangsung selama 2 tahun 3 bulan 11 hari. (Dedi Supriyadi, M.Ag, Sejarah peradaban Islam, hlm.76)
2.    Khalifah Umar bin Khattab (13 – 23 H / 634 – 644 M)
Nama lengkap Umar bin Khattab bin Nufail, dilahirkan di Mekah empat tahun sebelum kelahiran Rasulullah. Umar diangkat Abu Bakar untuk menggantikannya. Umar termasuk salah seorang bangsawan Quraisy. Pada zaman jahiliyah beliaulah yang senantiasa mendapat utusan ke luar negeri untuk urusan diplomasi. Ketika terjadi peperangan antar kabilah Quraisy dan kabilah lain, beliaulah yang menjadi perantara. (Prof. Dr. Hamka, Sejarah Umat Islam, hlm. 26). Umar meneruskan usaha Abu bakar dalam memperluas wilayah Islam dengan hasil yang gemilang. Wilayah tersebut meliputi Iraq, Persia, Syam, Mesir dan Barqah. Meluasnya wilayah tersebut menyebabkan meluas pula kebutuhan dalam segala bidang. Diperlukan para pemikir yang memiliki keterampilan dan keahlian yang memadai. Sehingga dakwah pendidikan semakin digalakkan pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab. (Drs. H. Soekarno, Drs. Ahmad Supardi: Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, hlm. 50). Perluasan daerah yang begitu cepat tersebut membuat Umar mengatur administrasi negara dengan mencontoh administrasi yang sudah berkembang terutama di Persia. Pemerintahan diatur menjadi delapan wilayah propinsi : Makkah, Madinah, Syria, Jazirah, Bazrah, Kufah, Palestina, dan Mesir. Mulai diatur pula sistem pembayaran gaji dan pajak tanah. Pembentukan pengadilan dan kepolisian. (Dr. Badri Yatim, M.A: Sejarah Peradaban Islam, hlm.37)
Umar begitu mencintai rakyatnya. Beliau senantiasa mencari barang yang akan mendatangakan sentosa kepada mereka dan menolak yang akan mencelakakan. Pandangannya diantara seluruh rakyat adalah tidak ada perbedaan antara kaya dan miskin. Umar begitu bijaksana dan pandai meletakkan sesuatu pada tempatnya. Kadang keras sikapnya dan kadang lembut menurut keadaan. (Prof. Dr. Hamka, Sejarah Umat Islam, hlm. 27)
Kekuasaan Umar menjamin hak yang sama bagi setiap warga negara. Umar bukan saja pandai menciptakan peraturan baru tetapi mampu mengkaji ulang kebijakan yang ada. Jasa-jasa selama menjadi khalifah antara lain Membangun dasar pemerintahan Islam, penyebaran Islam ke Syiria dan Mesir, pertempuran di Babylonia, serta penentuan sistem kalender Islam.
Umar wafat atas serangan seorang budak persia dengan tikaman pisau tajam pada saat mendirikan shalat subuh. Umar wafat tiga hari setelah peristiwa tersebut. (Drs Samsul Munir Amin, M.A. :Sejarah peradaban islam, hlm.104, 105)
3.    Khalifah Utsman bin Affan (23 - 35 H / 644 – 656 M)
Dengan nama lengkap Utsman bin Affan bin Abil Ash bin Umayyah dari suku Quraisy. Memeluk agama Islam pada usia 30 tahun atas ajakan Abu bakar dan menjadi salah satu sahabat dekat Rasulullah.
Beliau menjadi khalifah berdasarkan hasil pemilihan kaum muslimin dari 6 calon yang diajukan oleh Umar bin Khattab dalam wasiatnya ketika akan wafat. Keenam calon tersebut adalah : Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Thalhah, Zubair bin Awwam, Sa’id bin Waqosh, dan Abdurahman bin Auf.
Di masa pemerintahan Utsman, Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes, dan bagian yang tersisa dari Persia, Transoxania dan Tabaristan berhasil direbut. Ekspansi Islam berhenti sampai disini. (Dr. Badri Yatim, M.A: Sejarah Peradaban Islam, hlm.38)
Roda pemerintahan pada masa Utsman tidak jauh berbeda dengan sebelumnya. Pemegang kekuasaan tertinggi pada khalifah, pelaksana pemerintahan adalah badan eksekutif. Untuk pelaksanaan administrasi pemerintahan di daerah, utsman mempercayakan kepada seorang gubernur pada masing-masing provinsi. Kedudukan gubernur juga sebagai pemimpin agama, pemimpin ekspedisi militer, penetap undang-undang, dan pemutus perkara, yang dibantu oleh sekretaris, pejabat pajak, pejabat keuangan (Baitul Mal), dan pejabat kepolisian (Dedi Supriyadi, M.Ag, Sejarah peradaban Islam, hlm.91, 92)
Peperangan yang terjadi pada masa Utsman adalah perang Zatis Sawari “Perang Tiga Kapal”, suatu peperangan di tengah lautan yang belum pernah dilakukan Rasulullah. (Dedi Supriyadi, M.Ag, Sejarah peradaban Islam, hlm.89). Muawiyah ibn Abi Sufyan, gubernur Syam yang masih keluarga dnegan Utsman, mengadakan perang terhadap bangsa Rum dan menyerang ke negeri Akmuriah. Utsman mengutus Habib ibn Muslimah ke negeri Armenia untuk melakukan perjanjian damai. Namun setelah itu Muawiyah menaklukkan Cyprus. Dan mengatur armada laut dan diangkatnya .menjadi “Amir-Albahar” Abdullah ibn Qiys Al-Haarisiy, dan diambil perkataan “Amir ul-bahar” (Raja Laut) itulah akhirnya sampai saat ini diambil kata “Admiraal” (Laksamana) di dalam angkatan laut. (Prof. Dr. Hamka, Sejarah Umat Islam, hlm. 53)
Jasa-jasa Utsman bin Affan selama menjadi khalifah antara lain : Membangun masjid Nabawi di Madinah dan Masjidil Haram, Membangun bendungan untuk menjaga arus banjir yang besar dan mengatur pembagian air ke kota-kota, usaha pengumpulan dan penulisan Al-Quran, membentuk angkatan laut pasukan Islam, serta perluasan daerah Islam di Mesir dan Irak.
Kelemahan dan nepotisme membuat rakyat mulai membenci Utsman sampai terjadi kekacauan politik dan timbul para pemberontak kekhalifahan Utsman bin Affan. Sampai akhirnya para pemberontak tersebut mengepung dan membunuh Utsman bin Affan di rumahnya ketika beliau sedang membaca Al-Quran pada tahun 35 H.
4.    Khalifah Ali bin Abi Thalib (35 – 40 H / 656 -661 M)
Khalifah ke empat adalah Ali bin Abi Thalib yang merupakan keponakan dan menantu Rasulullah. Ali bin Abi Thalib menggantikan Utsman dan menerima baiat dari sejumlah kaum muslimin. Ali dibai’at oeh mayoritas rakyat dari Muhajirin dan Anshar serta para tokoh sahabat, seperti Thalhah dan Zubair. Sahabat senoir lain yang berada di Madinah tidak mau membai’at Ali. Riwayat menyatakan bahwa Thalhah dan Zubair pun membai’at secara terpaksa. Dengan demikian, Ali tidak dibai’at oleh kaum muslimin secara aklamasi karena banyak sahabat senior yang ketika itu tidak berada di kota Madinah. Salah seorang tokoh yang menolak membai’at Ali dan menunjukkan sikap konfrontatif adalah Muawiyah ibn Abi Sufyan. Alasan yang dikemukakan karena menurutnya Ali bertanggung jawab atas terbunuhnya Utsman (Dedi Supriyadi, M.Ag, Sejarah peradaban Islam, hlm.94).
Selama Ali menjabat Khalifah, situasi yang dihadapinya tidak pernah memperoleh ketenangan. Perang saudara terjadi dan menimbulkan banyak korban. Perluasan wilayah Islam ke luar jazirah Arab menyebabkan mesuknya alam pikiran dan pandangan hidup yang berasal dari agama Yahudi, Kristen, Zoroaster serta Hindu dan Budha. Mempengaruhi jalan pikir umat Islam yang masih baru dan pengetahuan tentang Islam masih dangkal (Drs. H. Soekarno, Drs. Ahmad Supardi: Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, hlm. 63). Belum lagi Ali menghadapi pemberontakan Thalhah, Zubair, dan Aisyah sendiri karena Ali tidak mau menghukum para pembunuh Utsman dan mereka menuntut bela terhadap darah Utsman yang telah ditumpahkan secara zalim. Ali sebenarnya ingin sekali menghindar dari perang dan telah berusaha mengirim surat damai namun ajakan tersebut ditolak. Akhirnya timbul perang yang dikenal dengan nama “Perang Jamal (Unta)” karena Aisyah dalam pertempuran itu menunggang unta. Zubair dan Thalhah terbunuh ketika hendak melarikan diri, sedangkan Aisyah ditawan dan dikirim kembali ke Madinah. Setelah mengalahkan pemberontak tersebut, masalah baru timbul yaitu Muawiyah yang didukung oleh sejumlah bekas pejabat tinggi yang merasa kehilangan kedudukan dan kejayaan, menolak dan melawan segala kebijaksanan yang dibuat Ali. Ali bergerak dari Kufah menuju Damaskus dengan sejumlah tentara. Pasukannya bertemu dengan pasukan Muawiyah di Shiffin. Pertempuran terjadi dan dikenal dengan Perang Shiffin. (Dr. Badri Yatim, M.A: Sejarah Peradaban Islam, hlm.40).
Ali adalah seseorang yang memiliki banyak kelebihan. Pribadinya penuh vitalis dan energik, perumus kebijakan dan wawasan yang jauh kedepan. Beliau pahlawan uang gagah berani, penasihat yang bijaksana, penasihat hukum yang ulung, pemegang teguh tradisi, seorang sahabat sejati, dan seorang lawan yang dermawan. Ali telah bekerja keras sampai akhir hayatnya dan merupakan orang kedua yang berpengaruh setelah Rasulullah. (Drs Samsul Munir Amin, M.A. :Sejarah peradaban islam, hlm.109). Jasa-jasa Ali bin Abi Thalib selama menjadi khalifah antara lain sentuhan politiknya dalam pemerintahan, perbaikan ilmu bahasa, usaha perbaikan di bidang politik militer dan dalam bidang pembangunan.
Di ujung masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib, umat Islam terpecah menjadi tiga kekuatan politik, yaitu Muawiyah, Syi’ah pengikut Ali, dan Al-Khawarij, orang orang yang keluar dari barisan Ali. Munculnya kelompok Al-Khawarij ini menyebabkan tentara Ali semakin lemah dan posisi Muawiyah semakin kuat (Dr. Badri Yatim, M.A: Sejarah Peradaban Islam, hlm.40). Ali terbunuh oleh salah seorang anggota Al-Kwarij bernama Ibnu Mujab, yang memberikan pukulan hebat kepada Ali sewaktu beliau akan Adzan di masjid. Pukulan tersebut fatal dan menyebabkan Ali wafat pada tanggal 17 Ramadhan 40 H. (Dedi Supriyadi, M.Ag, Sejarah peradaban Islam, hlm.101)
III.    KESIMPULAN
Mulai dari masa kekhalifahan Abu bakar sampai dengan Ali, Islam mengalami berbagai kemajuan dan perjalanan yang panjang. Periode keempat khalifah tersebut, Khulafa’ Rasyidin, adalah masa khalifah yang benar-benar mengikuti teladan Rasulullah. Mereka dipilih melalui musyawarah. Mereka menyumbangkan berbagai peninggalan sejarah yang berguna hingga masa kini, dan seorang khalifah pada masa Khulafa’ Rasyidin tidak pernah bertindak sendiri dalam menghadapi berbagai kesulitan dan persoalan negara. Mereka berjuang keras membangun, membela dan membawa Islam menuju kejayaan sampai akhir hayat mereka.

Daftar Pustaka

Drs. Samsul Munir Amin, M.A. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah, 2013.
Dr. Badri Yatim, M.A. Sejarah Peradaban Isla, Dirasah Islamiyah II. Jakarta: Rajawali Pers, 2013.
Drs. H. Soekarno, Drs. Ahmad Supardi. Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Angkasa, 1985.
Prof. Dr. Hamka. Sejarah Umat Islam Jilid II. Jakarta: Bulan Bintang, 1981
Dedi Supriyadi, M.Ag. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Setia, 2008.
Categories: ,

0 komentar:

Post a Comment